Monday, November 7, 2011

Don't Entertain Your Feeling

Beberapa waktu lalu aku mengalami kejadian yg membuatku sangat sedih sekali. Setelah sekian lama aku tidak pernah menangis karena masalah & pergumulan yg aku hadapi, akhirnya semua pertahanan itu runtuh juga. Aku ingat malam itu dalam keadaan sedih & menangis, Roh Kudus menyuruhku untuk mulai menyembah Tuhan. Kebayang gak? Lagi sedih malah disuruh nyembah Tuhan. Beraaaaattt banget rasanya. Lalu Roh Kudus bicara lagi, “Mainkan keyboard-mu & naikkan sebuah pujian.” Dengan ogah2an aku mulai memainkan keyboard-ku. Tadinya aku mau menyanyikan lagu “Dia Mengerti”, tapi tiba2 Roh Kudus kasih inspirasi lagi, “Nak, nyanyikan lagu ini.” What? I’m not in the mood of willing to sing that song, begitu komplainku. Tapi ya aku lakukan juga. Setelah sibuk mencari2 nada & chord-nya, aku mulai menaikkan reff lagu lama GMB itu :
        Segala kemuliaan hanya bagi Tuhan
        Segala hormat pujian hanya bagi Tuhan
        Kuasa dan kemuliaan hanyalah bagi Tuhan
        Segala kemuliaan, keagungan, kejayaan hanya bagi Tuhan

Entah sampai berapa kali aku menyanyikan lagu itu. Lalu aku disuruh menaikkan lagu ini :
Hormat bagi Allah Bapa
Hormat bagi AnakNya
Hormat bagi Roh Penghibur, ketiganya yang Esa
Haleluya, haleluya, ketiganya yang Esa

Oh my goodness, seriuosly? Extreme sekali lagu yang harus aku naikkan dgn kondisi jiwaku. Tapi lama2 kebal juga. Hahahahaha.... Dari mulai aku menangis sampai airmataku kering sendiri. Dari mulai aku memikirkan masalahku sampai aku lupa dgn hal itu. Dari mulai aku mikir Tuhan itu rada ‘sadis’ : “Kenapa aku lagi sedih malah disuruh nyanyi lagu itu?”, sampai aku lupa kenapa aku nangis.

Saat aku mulai nyembah Tuhan setelah 2 lagu 'megah' tadi, tiba2 aku diingatkan mazmur Daud dalam Mazmur 42:6 “Mengapa engkau tertekan, hai jiwaku, dan gelisah di dalam diriku? Berharaplah kepada Allah! Sebab aku akan bersyukur lagi kepada-Nya, penolongku dan Allahku!”. Ayat itu menggema terus dalam hatiku. Aku ambil BB-ku, aku cari ayat itu, aku baca berulang kali. Sampai pada suatu titik aku merasa kuat dan aku bisa bilang, “Terima kasih Tuhan Yesus, aku pasti mampu menghadapinya.”

Kejadian yg sama terulang lagi beberapa kali. Tiap kali aku mulai down atau sedih dgn segala problem hidupku, Roh Kudus mulai ‘memaksa’ aku menaikkan lagu pujian untuk memuliakan Tuhan. Di situlah aku diajari untuk tidak minta Tuhan untuk mengerti problem & keadaanku, tapi aku harus belajar untuk mengerti apa maunya Tuhan. Dan saat2 aku mulai meninggikan Tuhan di atas segala perasaanku, aku mendapat kekuatan untuk menghadapi problem2ku.

Kita terlalu sering meminta Tuhan untuk mengerti keadaan kita, mengerti perasaan & emosi kita, apapun tentang kita. Tanpa kita sadari sebenarnya itu menimbulkan self pity alias rasa mengasihani diri sendiri. Aku tidak anti dgn lagu2 pujian yg mengatakan bahwa Tuhan mengerti, Dia peduli dgn kita, dsb karena memang benar kita punya Tuhan yg peduli dgn kita, Tuhan yg mengerti keadaan kita, dsb. Tapi ada saat2 tertentu dimana kita lagi down, lemah secara jiwani, seharusnya kita tidak menyanyikan lagu2 itu. Kenapa? Itu akan membuat kita makin terpuruk, makin sedih, makin down, makin ingat problem kita. Kita seharusnya menyanyikan lagu2 yg mem-boost up spirit kita. Lalu kenapa harus lagu yg memuliakan/meninggikan Tuhan? Kalau dalam kasusku, melalui lagu itulah aku belajar untuk tetap meninggikan Tuhan di atas perasaanku. Di saat mood & keadaanku tidak memungkinkan untuk aku nyembah Tuhan, justru disitulah aku diajari untuk tidak melihat keadaanku & tidak membiarkan perasaan sedih menguasai diriku. Saat aku meninggikan Tuhan melalui lagu pujian2 itu seperti aku memasukkan perkataan iman dalam diriku sendiri bahwa di atas semua perasaan & masalah2ku, Tuhan tetap harus ditinggikan…dan bahwa Allah yang aku sembah & muliakan itulah yang menjadi sumber kekuatanku.
God bless you.


Love and pray,
Vega





Friday, November 4, 2011

Check Before You Complain

Beberapa minggu lalu aku mendengar Ps Lee Burns dari Hillsong College kotbah. Entah si penerjemahnya yg gak pinter nerjemahin ato emang akunya yg gak konsen, intinya pas dia mulai kotbah aku gak terlalu nangkep apa yg mau disampaikan. Sampai tiba2 ada yg menarik perhatianku dari kotbahnya.
Hampir 10 tahun lalu Ps Lee pernah melayani suatu kebaktian di Sydney. Pada waktu itu ada seseorang yg disembuhkan dari penyakitnya dan bercerita ttg kesaksiannya itu kepada Ps Lee. Pada saat orang itu bercerita, ternyata bukan cuma Ps Lee yg mendengarkan. Ada seorang wanita pincang yg ikut mendengar kesaksian itu & tergerak hatinya untuk mau disembuhkan juga. Singkat cerita…Ps Lee dan beberapa anggota timnya menghampiri bangku wanita itu. Dia menanyakan pada wanita itu apakah mau dilayani untuk kesembuhan. Tapi wanita itu bimbang. Di Australia ada tunjangan untuk orang cacat setiap bulan dalam jumlah tertentu. Wanita ini berkata, “Jika aku sembuh, aku bisa kehilangan uang tunjanganku. Lalu bagaimana aku bayar cicilan rumah & kebutuhanku lainnya?” Lee Burns berkata, “Tuhan yg aku layani, bisa menyediakan gak hanya 1 buah rumah untukmu, bahkan bisa 2 atau 3 rumah. Dan Dia pasti akan memenuhi keperluanmu sehari2. He’s a great God.” Setelah dia memikirkannya lagi & lagi, wanita ini memutuskan tidak mau dilayani untuk menerima kesembuhan. Dan dia pergi meninggalkan kebaktian itu. Lima tahun setelah itu Lee melihatnya di sebuah kebaktian & seorang anggota timnya berkata bahwa selama 5 tahun setelah menolak dilayani kesembuhan itu, kehidupan wanita itu juga tidak bertambah baik.
Kenapa kita belum menerima penggenapan janji yg Tuhan sudah berikan? Salah satunya mungkin kita seperti wanita pincang itu. kita sudah nyaman dgn keadaan kita sekarang. Kita tidak mau melepaskan tunjangan cacat kita. Menerima janji Tuhan, berarti kita harus siap dengan segala konsekuensi & tanggung jawabnya. Seperti wanita pincang itu, kalau dia sembuh berarti negara tidak akan memberikan lagi tunjangan untuk menopang hidupnya. Dia harus bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, untuk membayar cicilan rumahnya, dsb. Konsekuensi & tanggung jawab inilah yg kadang tanpa kita sadari, kita menolaknya.
Ingat cerita Yesus bertanya kepada orang lumpuh di dekat kolam betesda di Yohanes 5? Ayat 6 menuliskan “Ketika Yesus melihat orang itu berbaring di situ dan karena Ia tahu, bahwa ia telah lama dalam keadaan itu, berkatalah Ia kepadanya: "Maukah engkau sembuh?" Bukankah ada yg aneh dgn pertanyaan Yesus itu? Masa nanya sama orang sakit “Maukah kamu sembuh?” ? Ya pasti maulah…. Eh, nanti dulu, ternyata gak semua orang mau disembuhkan. Ingat wanita pincang yg diceritakan oleh Ps Lee tadi?
Yuk sama2 liat hidup kita, introspeksi hati kita. Jangan2 kita seperti wanita pincang tadi yg tidak mau menerima konsekuensi & tanggung jawab yg harus dia lakukan saat janji Tuhan dipenuhi dalam hidupnya. Janji Tuhan untuk kesembuhan pincangnya, namun membawa konsekuensi kehilangan tunjangan negara & harus mengambil tanggung jawab bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Kadang bukan Tuhan yg gak mau penuhi janjiNya dalam hidup kita, tapi kadang kita yg memang belum siap untuk menerima konsekuensi & tanggung jawab atas terpenuhinya janji Tuhan tsb. So before complaining why God has not fulfilled His promises in your life, you better ask yourself : am I ready to do the responsibility of this promise?
God bless you.
With love and pray,
Vega